Helvy Tiana Rosa (lahir
di Medan, Sumatera
Utara, 2
April 1970; umur 42
tahun) adalahsastrawan,
Pendiri Forum Lingkar Pena dan dosen di
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta.
Masa Kecil
Helvy
merupakan anak pertama dari pasangan Amin Usman atau lebih dikenal dengan nama
Amin Ivo's, seorang pencipta lagu asal Aceh, dan Maria Arifin Amin, seorang perempuan keturunan Cina yang lahir di Medan.
Helvy memiliki adik bernama Asmarani Rosalba yang kemudian lebih dikenal dengan nama pena: Asma Nadia dan seorang adik lelaki bernama Aeron Tomino. Sejak usia empat tahun, bersama keluarganya Helvy hijrah ke Jakarta. Helvy dan keluarganya pernah hidup dengan sangat sederhana di tepi rel kereta api Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Setiap malam sebelum tidur, Sang Ibu selalu mendongengi mereka hal-hal yang penuh optimisme. Setiap malam Helvy juga melihat ibunya menulis diari. Sang ibu memotivasinya menulis catatan harian sebagai latihan menyampaikan pendapat, perasaan dan menulis itu sendiri. Pada usia belum lima tahun, Helvy sudah bisa membaca. Saat masuk usia sekolah, Helvy tinggal bersama neneknya Rosalina Arifin di Bandung. Ia bersekolah di SD Bhayangkari I Bandung hingga kelas 2 SD. Helvy melatih kebiasaannya menulis dengan mengirim surat hampir setiap hari pada ibunya di Jakarta, menulis buku harian dan mengirim puisi ke majalah anak-anak yang ada pada waktu itu.
Helvy memiliki adik bernama Asmarani Rosalba yang kemudian lebih dikenal dengan nama pena: Asma Nadia dan seorang adik lelaki bernama Aeron Tomino. Sejak usia empat tahun, bersama keluarganya Helvy hijrah ke Jakarta. Helvy dan keluarganya pernah hidup dengan sangat sederhana di tepi rel kereta api Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Setiap malam sebelum tidur, Sang Ibu selalu mendongengi mereka hal-hal yang penuh optimisme. Setiap malam Helvy juga melihat ibunya menulis diari. Sang ibu memotivasinya menulis catatan harian sebagai latihan menyampaikan pendapat, perasaan dan menulis itu sendiri. Pada usia belum lima tahun, Helvy sudah bisa membaca. Saat masuk usia sekolah, Helvy tinggal bersama neneknya Rosalina Arifin di Bandung. Ia bersekolah di SD Bhayangkari I Bandung hingga kelas 2 SD. Helvy melatih kebiasaannya menulis dengan mengirim surat hampir setiap hari pada ibunya di Jakarta, menulis buku harian dan mengirim puisi ke majalah anak-anak yang ada pada waktu itu.
Tak
tahan jauh dari keluarga, Helvy kembali ke Jakarta, melanjutkan sekolah ke SD
Kartini II Jakarta hingga tamat. Di dekat rumah mereka di Kemayoran, ada tempat penyewaan buku, di
mana banyak orang menyewa buku komik berjilid-jilid. Helvy ternganga melihat
tempat penyewaan buku itu. Seperti sebuah kebutuhan, setiap hari bisa lebih
dari tiga kali ia main ke sana bersama adik-adiknya. Sayang, mereka selalu
diusir karena tidak pernah mampu menyewa buku-buku tersebut, dianggap
mengganggu yang lain dengan bertanya tentang buku-buku yang ada. Ibu mereka
sehari-hari berjualan seprei keliling untuk membantu menopang kehidupan
keluarga. Ia rela pergi jalan kaki agar pulangnya bisa membawa buku bagi Helvy
dan adik-adiknya. Kadang bila beruntung, Ibu mereka mendapatkan pinjaman
buku-buku cerita dari anak teman-temannya maupun orang yang membeli seprainya.
Ibu Helvy berjanji untuk merawat buku pinjaman, memberi sampul plastik gratis
bagi buku-buku yang belum disampul. Karena itulah setiap hari Helvy dan
adik-adiknya bisa membaca tiga sampai sepuluh buku cerita sehari. Saat kelas
III SD dengan mengumpulkan semua buku miliknya yang ia beli dari uang tabungan,
Helvy membuka perpustakaan kecil di rumahnya agar anak-anak sebayanya bisa
bebas membaca tanpa perlu membayar. Ia pun mulai menyemangati adiknya untuk
menulis. Puisi dan cerpennya mulai dimuat di majalah anak-anak sepertiAnanda, Bobo, Tomtom dan
Halo. Cita-cita Helvy waktu itu hanya satu: ingin bisa memiliki mesin tik agar
cerpen-cerpennya dibaca oleh para redaktur majalah. Tetapi majalah-majalah itu
tidak memberinya honor berupa uang, melainkan buku, sehingga buku-buku
koleksinya terus bertambah.
Sementara
itu bila Ayahnya di rumah, setiap hari rumah mereka akan penuh suara musik,
terutama dari The Beatles.
Karena itu sejak SD Helvy hafal banyak sekali lagu-lagu dari group band
tersebut. Ayahnya heran karena Helvy menunjukkan ketertarikan yang amat sangat
pada syair-syair lagu The Beatles. Sang Ayah adalah seorang seniman yang
menguasai banyak alat musik. Ia mengarang semua jenis lagu mulai dari Dangdut,
Pop, Jazz sampai Rock n Roll. Sejak ia tahu Helvy menyukai dan memperhatikan
syair lagu, juga suka mencipta puisi, tiap kali mengarang lagu, Helvy yang
masih SD diminta oleh Sang Ayah untuk memeriksa syair lagunya. Kalau ada syair
yang kurang pas, ayahnya selalu bertanya dan meminta masukan. Kebiasaan ini
kerap dilakukan ayah Helvy hingga anaknya kuliah. Entah mengapa, ayahnya selalu
yakin bahwa Helvy bisa menulis syair yang bagus, bahkan lebih bagus dari yang
ia buat. Kelak tahun 1990-an lagu-lagu pop karya sang Ayah yang
dinyanyikan Dewi Yull, Rafika Duri, Iis Sugianto, Christine
Panjaitan, Andi
Meriem Matalatta, Broery Pesolima dan lain-lain menjadi
hits dan membawa ekonomi keluarga mereka lebih baik.
Guru
SD Helvy, Ibu Su'amah memperkenalkan Helvy pada Taman Ismail
Marzuki (TIM), tahun 1980. Maka sejak saat itu setiap minggu
Helvy pergi ke TIM untuk melihat para seniman di sana yang sedang berproses
maupun yang hanya duduk-duduk di warung. Saat sedang tak punya uang, Helvy
tetap berangkat ke TIM meski harus berjalan kaki. Diam-diam ia mengamati
anak-anak seusianya yang berlatih teater. Ia tahu keluarganya tak mampu untuk
membayar apapun selain untuk belajar di sekolah. Maka Helvy menyerap semua yang
ia bisa dengan riang. Bersama Ibu Su'amah ia mulai mengikuti lomba-lomba baca
puisi di TIM dan belajar sendiri dari pengalamannya untuk membaca puisi yang
baik.
Helvy
kemudian melanjutkan sekolah ke SMPN 78 Jakarta dan mengikuti Teater 78 (teater
sekolah) bimbingan Kak Mukhlis. Ia menyukai teater dan mulai menulis
naskah-naskah teater untuk pementasan sekolah dan Sanggar Zuluq, sebuah
perkumpulan remaja di rumahnya. Di sekolah, hampir setiap pelajaran matematika
ia selalu disetrap oleh gurunya Pak Rumapea karena tida bisa menjawab soal di
papan tulis atau karena nilai-nilainya jelek. Helvy juga sering kedapatan di
kelas diam-diam membaca novel dan kumpulan cerpen karya Danarto, Budi Darma dan
Putu Wijaya yang dipinjamkan Pak Kasmino, guru bahasa-nya. Pak Rumapea bahkan
dengan marah pernah mengusirnya dari kelas dan berkata, "Kamu tidak akan
pernah jadi orang yang berhasil karena kamu gagal di kelas saya!" Sejak
saat itu Helvy semakin tidak suka pelajaran matematika. Ia berpikir, andai saja
guru-guru matematika mengajarkan rumus matematika dengan puisi dan cerita yang
seru, mungkin ia bisa sangat menyukai matematika.
Di
luar itu, Helvy terus berpikir tentang sebuah mesin tik. Maka tanpa
sepengetahuan orangtuanya ia mengamen puisi di atas bus-bus yang kadang
membawanya keliling Jakarta hingga malam hari. Ia bertekad mengumpulkan uang dan
membeli sendiri sebuah mesin tik. Kadang ia mengamen puisi di TIM karena ingin
berjumpa para sastrawan idolanya. Pernah Helvy melihat Taufiq Ismail, Ramadhan KH,Putu Wijaya, Leon Agusta, Sutardji
Calzoum Bachri sedang mengobrol di warung di TIM dan ia nekad
membacakan puisi-puisinya sekadar mendapat perhatian mereka. Karena mereka
sibuk, mereka hanya memberi beberapa keping logam setelah menatap Helvy
sekilas. Sejak saat itu Helvy bertekad, suatu saat ia akan menjadi sastrawan
seperti mereka. Dan ia akan mendirikan sebuah organisasi untuk mendorong
anak-anak seusianya, terutama mereka yang tak mampu, untuk menulis. Sering
Helvy menulis surat pada Taufiq Ismail dan Putu Wijaya. Surat-surat itu tak
pernah ia pos-kan, tapi ia balas sendiri, seolah-olah dari Taufiq Ismail dan
Putu Wijaya. Helvy belum menyadari bahwa apa yang ia lakukan sesungguhnya makin
mengasah bakat menulisnya. Pada masa inilah kemudian, dengan mesin tik pinjaman
tetangga, Helvy terus menulis puisi dan cerita. Ia bangga sekali ketika
puisinya beberapa kali menembus koran, di antaranya Sinar Harapan Minggu. Harian ini
mengirimi Helvy buku-buku antara lain Totto Chan yang kemudian mendorong Helvy
untuk mengajarkan membaca dan menulis pada anak-anak tak mampu dalam
gerbong-gerbong kereta api tua di sekitar Gunung Sahari dan Stasiun Senen.
Suatu
hari Helvy bertemu Putu Wijaya dalam
suatu acara. Helvy menghampiri dan menyodorkan buku kecil ditangannya, meminta
sastrawan yang ia kagumi itu menulis pesan untuknya. Putu Wijaya menulis:
"Helvy, menulis adalah berjuang!" Helvy kemudian menempelkan tulisan
tersebut pada cermin setengah badan di kamarnya dan bertekad untuk terus
menulis.
Masa Remaja
Pada
usia SMP ini Helvy mulai menjadi Juara Lomba Baca Puisi di tingkat Jakarta Pusat dan DKI serta bertemu dengan
Ical Vrigar yang banyak mengajarinya membaca puisi. Helvy kemudian bergabung
dengan Sanggar Kapas Jakarta pimpinan Ical Vrigar dan turut dalam berbagai
pementasan teater serta musikalisasi puisi yang mereka adakan. Di Sanggar
Kapas, kemampuan teaternya terus terasah dan Helvy berkali-kali menjadi Juara
lomba Baca Puisi tingkat nasional. Terakhiri ia mengikuti lomba baca puisi
tahun 1987, di mana ia menjadi Juara II Lomba Baca Puisi tingkat Nasional
HUT Taman Ismail
Marzuki, dengan Juri Sutardji
Calzoum Bachri, Leon Agusta dan Jose Rizal Manua.
Lepas
SMP Helvy diterima di SMAN 5 Jakarta. Guru Bahasa Indonesia-nya Pak Muhyidin
Dasuki selalu memberinya nilai mengarang A+ dan mengatakan bahwa ia merasa
suatu saat Helvy akan menjadi pengarang terkemuka Indonesia. Pada saat itu,
Helvy berkata pada gurunya, bahwa kalau ia bisa menjadi pengarang terkenal, ia
akan membuat Indonesia Menulis, yaitu mengajak orang lain untuk ramai-ramai
menjadi penulis karena menulis itu adalah perjuangan yang menyenangkan.
Sementara itu, Helvy juga bergabung di Teater Lima, yaitu teater sekolah dan
sempat menjadi ketuanya. Ia juga pernah berperan sebagai Dalang dalam
lakon Jaka Tarub karyaAkhudiat yang membawa teaternya
memenangkan Festival Teater tingkat SLTA tahun 1988.
Suatu
hari saat ulangtahunnya yang ke 18, Helvy memutuskan untuk memakai jilbab.
Padahal saat itu jilbab dilarang di sekolah atas instruksi Menteri
P&K Daud Jusuf.
Helvy memutuskan untuk tetap memakai jilbabnya meski kadang harus melompati
pagar sekolah dan masuk lewat jendela. Ia menghadapi rintangan yang besar dari
pihak sekolah. Puncaknya saat ia terancam tidak bisa mengikuti EBTANAS hanya
karena jilbab yang ia kenakan. Kepala Sekolah akhirnya mengambil kebijakan
boleh pakai jilbab di lingkungan sekolah, tapi saat di kelas tetap harus
dibuka. Helvy tidak mau menerima kebijakan itu dan berdebat panjang dengan
pihak sekolah hingga guru agama yang membelanya, Pak Munawir menangis. Saat
Ebtanas tiba, jilbab tak boleh dikenakan di kelas. Untunglah saat EBTANAS,
pengawas yang berjilbab dari luar sekolah membiarkannya menjawa soal-soal,
sebelum Kepala Sekolah melakukan kontrol jilbab ke kelas-kelas. Selama tiga
hari, Helvy pun tergesa-gesa mengerjakan semua soal Ebtanas hanya dalam waktu
20 menit! Saat Kepala Sekolahnya tiba di muka kelas, Helvy sudah berada di
luar. Hal ini membuat guru-guru dan teman-temannya khawatir. Syukurlah, meski
Helvy memperoleh Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang kecil akibat semua ujian
Ebtanas dikerjakan cuma 20 menit itu, ia memperoleh ranking 2 di kelas, dan
tetap bisa masuk ke Universitas
Indonesia. Sebuah keajaiban menurut teman-temannya.
Masa Kuliah
Helvy
memilih Fakultas Sastra UI Jurusan Sastra Asia Barat, Program Studi Sastra Arab
sebagai pilihan pertamanya. Di FSUI Helvy aktif berorganisasi. Selain
mendirikan dan menjadi Ketua Teater Bening (1990-1993), ia dipilih sebagai
staff Pengabdian Masyarakat Senat Mahasiswa FSUI (1991-1992), (1992-1993)
bersama Indra J Piliang dan Litbang Senat Mahasiswa FSUI
(1993-1994) pada masa Mustafa Kamal yang kini merupakan Wakil Ketua
Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera DPR RI. Helvy juga
pernah duduk di Litbang Senat Mahasiswa UI (1994-1995). Selama di UI Helvy
memenangkan berbagai perlombaan menulis yang diadakan FSUI maupun di UI,
seperti Lomba Resensi Buku sastra dengan Ketua Dewan Juri Sapardi Djoko
Damono, Lomba Resensi Buku yang diadakan Perpustakaan Pusat
Universitas Indonesia. ‘Fisabilillah” menjadi Juara Lomba Cipta Puisi Yayasan
Iqra, tingkat nasional (1992), dengan Dewan JuriHB Jassin, Sutardji
Calzoum Bachri dan Hamid Jabbar. Di FSUI kemampuan menulis
Helvy kian terasah saat ia mendapat nilai tertinggi pada mata kuliah Penulisan
Cerpen (Penulisan Populer I) dan Penulisan Artikel (Penulisan Populer II) yang
diampu oleh peraih hadiah sastra Peagasus Prize dari Amerika Serikat, Ismail Marahimin.
Tulisan-tulisan Helvy semakin sering dimuat di majalah remaja dan koran. Pada
masa kuliah ini, Helvy juga aktif mengajar mengaji, membaca dan menulis bagi
anak-anak dan remaja di Jabodetabek.
Teater Bening
Tahun
1990 saat duduk di tingkat II FSUI, Helvy mendirikan Teater Bening—sebuah
teater kampus yang seluruh anggotanya adalah perempuan. Ia menulis naskah dan
menyutradarai berbagai pementasan teater tersebut. Meski awalnya dibentuk
sebagai teater kampus, para anggotanya yang telah lulus kuliah, tetap latihan
seperti biasa. Mereka mementaskan "Aminah dan Palestina" (1991),
"Negeri para Pesulap" (1993), "Maut di Kamp Loka" (1994)
dan "Fathiya dari Srebrenica" (1994) di Auditorium FSUI. Mereka juga
mementaskan drama-drama satu babak yang diambil dari cerpen-cerpen karya Helvy
Tiana Rosa: untuk dibawa pentas keliling kampus di Jabodetabek, Jawa dan Sumatera.
Tahun 1997 mereka membawakan "Pertemuan Perempuan" yang Helvy tulis
bersama Muthia Syahidah di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail
Marzuki, "Mencari Senyuman" (1998), dan "Mata Airmata
Merdeka", naskah yang ditulisnya bersama Rahmadiyanti di Gedung
Kesenian Jakarta (2000). Tahun 2005, naskah Helvy, "Tanah
Perempuan" masuk tiga besar dalam Workshop Penulisan Naskah Drama
Perempuan Indonesia yang diadakan Women Playwrights Indonesia, bekerjasama
dengan Fakultas Ilmu Budaya UI dan DKJ, 2005, diikuti sekitar 300 peserta.
Namun kendala yang dialami para anggota Teater Bening yang kebanyakan telah
menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak, membuat Teater Bening tak sanggup
untuk mementaskannya. Tahun 2009 Helvy mementaskan naskahnya: Tanah Perempuan,
kali ini bersama para mahasiswanya di Bengkel Sastra UNJ. Pementasan keliling
dilakukan di Universitas Negeri Jakarta, Gedung
Kesenian Jakarta, CCL Bandung dan Auditorium RRI, Banda Aceh. Helvy tidak menyutradarai dan
mempercayakan penyutradaraannya pada Ferdi Firdaus.
Majalah Annida
Sejak
berjilbab tahun 1988, Helvy semakin giat menulis dan mulai mengubah fokus dan
gaya penulisannya lebih Islami. Namun ia merasa kesulitan menemukan media yang
mau memuat karya-karyanya yang cenderung memiliki benang merah keislaman yang
kental. Ia pun sadar bahwa kalau ia ingin membaca sebuah tulisan yang belum
juga ia temukan untuk dibaca, maka itu berarti ia harus menuliskannya. Tahun
1990 Helvy bertemu Dwi Septiawati, pemimpin redaksi majalah remaja muslimah
"Annida". Setahun kemudian, sambil kuliah Helvy bekerja sebagai
Redaktur Majalah Annida. Tahun 1992 ia diangkat menjadi Redaktur Pelaksana dan
bertanggungjawab terhadap rubrik fiksi. Tahun 1993 majalah ini memutuskan mengubah
format menjadi Majalah Kisah-kisah Islami Annida, yang hampir keseluruhan
isinya adalah cerpen dan ditujukan bagi remaja. Annida mencoba secara konsisten
melakukan dakwah melalui sastra untuk remaja muslim/ muslimah dengan
menghindari kesan menggurui. Annida banyak melahirkan para penulis
seperti: Asma Nadia, Habiburrahman
El Shirazy, Afifah Afra, Melvi Yendra, Sakti Wibowo, Izzatul Jannah/
Intan Savitri, Ragdi F. Daye,
Jazimah Al Muhyi, Syamsa Hawa, Muhammad Yulius, Muthmainnah/ Maimon Herawati,
Sinta Yudisia, dll. Tahun 1993 manajemen Annida bergabung dengan Majalah Ummi
yang membuat distribusi Annida sampai ke seluruh Indonesia. Bahkan saat Helvy
menjadi Pemimpin Redaksi (1997-2001) oplahnya mencapai 50 ribu/2 minggu atau
100 ribu eksemplar/bulan. Helvy kerap mendapat undangan ke berbagai daerah
untuk mengisi berbagai acara keislaman, workshop penulisan atau sekadar temu
pembaca. Oplah Annida pun terus meningkat, terutama di pesantren-pesantren.
Taufiq Ismail pernah menyebut Annida membangun entitas baru kaum muda yang mencintai
sastra dan Islam sekaligus (1999).
Ketika Mas Gagah Pergi
"Ketika
Mas Gagah Pergi" (KMGP) adalah cerpen Helvy dimuat pertamakali dalam
rubrik "Kisah Utama" di Majalah Annida tahun 1993. Sejak cerpen itu
dimuat hingga kini, Helvy masih menerima banyak surat dan surel setiap hari,
yang menyatakan bahwa cerita itu sangat mengharukan, mengubah pribadi pembaca
ke arah lebih baik dan membuat para remaja muslimah tergerak untuk memakai
jilbab. Setelah sempat ditolak oleh empat penerbit karena dianggap tidak
populer, melawan arus, dan terlalu kental mengangkat nilai Islam, akhirnya
Pustaka Annida menerbitkan KMGP dan cerpen-cerpen Helvy lainnya, tahun 1997.
Buku KMGP dikatapengantari oleh Ismail Marahimin, dosen menulis Helvy saat
di Universitas
Indonesia dan sastrawan Soekanto SA. Tak disangka, 10.000
eksemplar buku KMGP langsung habis terjual dalam seminggu, sebelum dicetak dan
diterbitkan sebagai buku. KMGP kemudian menjadi karya Helvy yang paling banyak
dicetak ulang. Setelah Pustaka Annida, Penerbit Syaamil menerbitkannya dalam 20
kali cetak ulang (2000-2005). Menurut Dosen Sastra Universitas
Padjajaran M. Irfan Hidayatullah, KMGP adalah karya garda depan
(avantgarde) yang menjadi pintu pembuka bagi fenomena maraknya karya-karya
fiksi Islami kemudian di Indonesia termasuk novel Ayat Ayat Cinta karyaHabiburrahman
El Shirazy. Menurut Yo Nonaka, sosiolog asal Jepang yang meneliti tentang gerakan Islam di Indonesia,
KMGP bukan saja mempengaruhi maraknya remaja muslimah memakai jilbab, tapi juga
mempengaruhi gerakan dakwah kampus di Indonesia. Fenomena KMGP membuat
Harian Republika menyebut Helvy sebagai
"Pelopor" bagi perkembangan sastra Islam kontemporer, sedang The Straits Times menyebutnya sebagai
"Pionir" bagi perkembangan sastra Islam kontemporer di Indonesia
(2002). Prof. Monika Arnez dari Universitas Passau, Jerman, menyatakan Helvy
adalah salah satu figur paling penting dalam kebangkitan sastra Islam
kontemporer di Indonesia dalam tiga dekade terakhir (2007). Tahun 2011,
Penerbit ANPH menerbitkan kembali KMGP dalam format baru, dengan perpanjangan
cerita (sekuel) di bawah judul: Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali. Dalam
tiga bulan penerbitan buku ini mengalami empat kali cetak ulang. Kini KMGP
sedang dalam proses difilmkan oleh Sinemart.
Forum Lingkar Pena
Tahun
1997, ketika menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Annida, Helvy mendirikan Forum Lingkar
Pena/ FLP, sebuah wadah bagi kaum muda dan
berbagai kalangan yang ingin menjadi penulis. Helvy mendiskusikan idenya pada
sang adik Asma Nadia ,
dan mengajak Asma membantunya. Karena tidak ingin FLP dianggap sebagai forum
keluarga, Helvy mengajak Maimon Herawati (Muthmainnah), cerpenis yang aktif
menulis di Majalah Annida, dan mencantumkan namanya sebagai pendiri pula. Pada
22 Februari 1997 FLP resmi berdiri di Masjid UI, Depok dengan anggota pertama
30 orang. Dari jumlah itu baru Helvy yang karyanya telah dibukukan (Ketika Mas
Gagah Pergi, 1997). Mereka lalu sepakat memilih Helvy sebagai Ketua Umum
(1997-2005). Helvy kemudian membuka perekrutan anggota FLP di seluruh Indonesia
melalui Majalah Annida dan terjaring lebih dari 3500 anggota. Helvy giat ke
berbagai pelosok Indonesia, untuk memotivasi kaum muda menulis. Helvy percaya
bahwa sampai pada tingkatan tertentu, menulis bisa diajarkan pada siapapun,
termasuk pada para pekerja rumah tangga, anak-anak jalanan dan semacamnya. Ia
ingin memberdayakan kalangan duafa dengan kegiatan membaca dan menulis, hingga
menulis tidak lagi melulu kegiatan ekslusif kalangan intelektual. Menulis dapat
menjadi skill yang bisa membantu memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan
kaum duafa tersebut. Lebih dari itu menurutnya, tingkat peradaban suatu bangsa
ditentukan dari berapa banyak orang yang membaca di negeri tersebut. Bersama
teman-temannya di FLP, tahun 2002 Helvy mendirikan dan mengelola “Rumah baCA
dan HAsilkan karYA” (Rumah Cahaya) yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
FLP juga membuat Forum Lingkar
Pena Kids yang mengajar anak-anak usia 5-15 tahun menulis sambil
bermain. Tahun 2003 bersama Asma Nadia, Helvy mendirikan Yayasan
Lingkar Pena. Tahun 2004 bekerjasama dengan Penerbit Mizan, dibuat Lingkar Pena
Publishing House sebagai penerbit karya-karya FLP. Helvy diminta menjadi
Direktur dari PT Lingkar Pena Kreativa yang mewadahi kerjasama tersebut, hingga
2011.
Kegiatan-kegiatan
tersebut dilakoni Helvy dan teman-temannya dengan merogoh kocek sendiri. Karena
itu Helvy menyebut para anggota FLP yang kemudian sudah menjadi penulis
sepertinya, sebagai relawan. "Di FLP semua anggota adalah relawan,"
tuturnya. Dan "Kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa menyukseskan
orang lain." Untuk menyiasati pendanaan organisasi tersebut Helvy
menerapkan sistem subsidi silang. FLP mulai mengadakan pelatihan-pelatihan
menulis profesional bagi para eksekutif, lalu uang hasil pelatihan itu dipakai
membiayai kegiatan-kegiatan pelatihan penulisan bagi kaum duafa. Anggota yang
kemudian berhasil menjadi penulis profesional turut menyisihkan sedikit
penghasilan mereka untuk membuat roda FLP terus berputar.
Kini
FLP beranggotakan ribuan orang yang tersebar di 150 kota di Indonesia dan
mancanegara. Dalam 15 tahun keberadaannya, FLP di seluruh Indonesia telah
mengadakan pelatihan menulis setiap minggu, dengan peserta hingga saat ini
mencapai jutaan orang. Bekerjasama dengan puluhan penerbit, FLP meluncurkan
ribuan judul buku, termasuk diantaranya karya para pekerja rumah tangga (PRT)
di Hong Kong yang tergabung dalam FLP
Hong Kong. Di samping secara kuantitas jumlah penulis Indonesia bertambah pesat
dengan adanya forum ini, secara kualitas ternyata para anggota FLP mampu
menjadi pemenang berbagai kompetisi penulisan bergengsi di tingkat nasional.
Misalnya menjuarai lomba menulis yang diadakan Badan Bahasa, Pusat Kurikulum
dan Perbukuan Depdiknas/ Depdikbud, IKAPI, Jakarta International Literary Festival, Lomba Novel
Republika, Lomba menulis naskah drama Federasi Teater Indonesia (FTI),
Sayembara Novel Dewan
Kesenian Jakarta (DKJ), Khatulistiwa Literary Award sampai
Penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), dll. Ini menjawab tudingan
miring segelintir orang yang menyebut para anggota FLP sebagai "mualaf
sastra" yang menghasilkan antara lain: "sastra babu".
Keberadaan
FLP menginspirasi lahirnya banyak komunitas penulis muda setelah tahun 1997.
FLP juga menggugah para pengarang senior seperti Pipiet Senja, Gola Gong, Fahri Asiza dan Boim Lebon
untuk bergabung dan turut menjadi relawan FLP. Koran Tempomenyebut Helvy "Lokomotif
Penulis Muda Indonesia" (2003). Taufiq Ismail bahkan mengatakan bahwa
FLP adalah hadiah Tuhan bagi Indonesia (2002), sedangkan kritikus Maman S. Mahayana berkata FLP telah
menorehkan tinta emas dalam sejarah sastra Indonesia (2007). Karena
keberhasilan FLP dalam program 'Indonesia Menulis' tersebut, tahun 2008, FLP
meraih Danamon Award--sebuah penghargaan tingkat nasional bagi mereka yang
dianggap sebagai pejuang, dan secara signifikan dianggap berhasil melakukan
pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar.
Karier Menulis
Meski
sudah menulis ratusan cerpen sejak kecil dan remaja, karya-karya Helvy tak
kunjung dibukukan hingga 1997. Helvy kerap berupaya mengumpulkan
cerpen-cerpennya yang berserakan di berbagai media, terutama di Majalah Annida
dan membawanya ke penerbit. Tahun 1995 ia pernah menunggu empat jam di sebuah
penerbitan sambil membawa naskahnya dan pulang dengan tangan hampa. Tahun 1996
tanpa sepengetahuan Helvy, cerpen-cerpen Helvy yang berserakan itu diterbitkan
oleh Ummah Media, Malaysiadan diakui
sebagai karya dari Ahmad Faris Muda, dosen di Universiti
Kebangsaan Malaysia. Helvy sempat ingin menempuh jalur hukum, namun
karena rumit dan berbelit-belit serta membutuhkan biaya untuk pengacara, ia
kemudian hanya bisa menuliskan tentang hal tersebut di koran-koran.
Tahun
1997 akhirnya Majalah Annida melalui Penerbit Pustaka Annida dan menerbitkan
karya Helvy: Ketika Mas Gagah Pergi. Buku ini membawanya mewakili Indonesia
untuk pertama kalinya dalam Short Story Writing Program yang diadakan Majelis
Sastra Asia Tenggara, 1998. Tahun 1999 Helvy diundang mengikuti Pertemuan
Sastrawan Nusantara di Johor Bahru, Malaysia. Tahun 2000 cerpennya tentang
Aceh: “Jaring-Jaring Merah”yang ditulis sebelum reformasi 1998, terpilih
sebagai salah satu cerpen terbaik Majalah Horison dalam satu dekade
(1990-2000). Tahun 2000 ia diundang mengikuti Kongres Cerpen I Indonesia di
Yogyakarta dan Pertemuan Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darussalam (2001).
Tahun 2001 Helvy diundang membacakan puisinya pada acara Baca Puisi Tiga
Generasi di Taman Ismail Marzuki, bersama Toety Herati, Leon Agusta, Afrizal Malna, Isbedy Stiawan dan Dorothea
Rosa Herliany. Pada tahun yang sama Helvy melanjutkan kuliah pascasarjana
di Jurusan Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Salah
satu dosen yang mengajarnya adalah penyair terkemuka Indonesia, Sapardi Djoko
Damono. Pada tahun itu pula bersama Taufiq Ismail, WS Rendra, Hamid Jabbar, Emha Ainun Najib Helvy diundang ke
Banda Aceh dalam acara Sastrawan Bicara Siswa Bertanya.
Tahun
2002 bersama Martin Aleida, ia diundang Dewan
Kesenian Jakarta untuk membacakan cerpen-cerpennya di Taman
Ismail Marzuki. Helvy diundang ke Kairo, Mesir untuk mengisi acara Simposium
Budaya di Universitas Al Azhar Mesir (2002), bekerjasama dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ICMI. Saat itu pula ia meresmikan berdirinya Forum Lingkar
Pena Mesir, dengan KetuaHabiburrahman
El Shirazy. Bersama dengan teman-temannya di FLP, Habiburrahman
mengikuti workshop penulisan yang waktu itu disampaikan Helvy dan Ahmadun Y.
Herfanda, diadakan oleh FLP Mesir dan ICMI.
Helvy
menjadi sastrawan Indonesia pertama yang diundang membentangkan makalah dalam
Singapore Writers Festival bersama sastrawan lain dari puluhan negara (2003).
Ia juga diminta menjadi juri kehormatan Golden Point Award, suatu ajang
penghargaan sastra bergengsi di Singapura. Pada tahun yang sama ia
diundang oleh University of Wisconsin dan University of Michigan, Amerika Serikat, untuk berbicara mengenai
karya-karyanya dan Forum Lingkar Pena yang ia dirikan. Helvy juga terpilih
sebagai Anggota Komite Sastra Dewan
Kesenian Jakarta, yang bermarkas di Taman Ismail Marzuki, periode
2003-2006 bersama Maman S.
Mahayana, Agus R. Sarjono dan
Jamal D. Rahman. Februari 2004 Forum Lingkar Pena Hong Kong diresmikan.
Tahun
2004 Partai
Keadilan Sejahtera meminta Helvy menjadi salah satu calon
anggota legislatif mereka. Helvy tidak berminat, namunHidayat Nur Wahid, Presiden PKS saat itu
meminta izin langsung pada suaminya. Helvy malah bersyukur bahwa pada akhirnya
ia tidak terpilih menjadi wakil rakyat. Tahun itu ia lulus dan menyandang gelar
Magister Humaniora. Tahun 2005 ia diangkat sebagai dosen tetap, di Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Jakarta. Pada tahun tersebut, Helvy memberi workshop
penulisan bagi para buruh migran FLP bekerjasama dengan Kowloon City
University, Hong Kong.
Ia ke Tokyo, untuk memberi pelatihan pada FLP Jepang dan sempat mengisi kuliah
di Chun Yao University, Jepang (2005). Buku-buku Helvy terus terbit dan
cerpen-cerpennya diterjemahkan dalam beberapa bahasa seperti: Inggris, Perancis, Jerman, Arab, Jepang dan Swedia. Tahun 2006 Helvy terpilih sebagai Anggota Majelis
Sastra Asia Tenggara/ Mastera. Los Angeles Times, (2007) mengatakan
karya-karya Helvy fokus mengangkat persoalan hak-hak asasi manusia, terutama
bagi wanita dan anak-anak di wilayah konflik. Helvy semakin sering diundang
mengisi seminar dan workshop yang berkaitan dengan kepenulisan, pendidikan,
parenting dan keislaman dalam skala nasional dan internasional.
Tahun
2008 Majalah Madina menempatkannya sebagai satu dari 25 Tokoh Islam Damai
Indonesia. Tahun 2008 bersama rekan dosennya Edi Sutarto yang juga
anggota Teater Koma,
Helvy mendirikan Bengkel Sastra UNJ sebagai wadah kreativitas para mahasiswanya
dalam bidang sastra dan teater. Tahun 2009 ia menjadi satu dari 10 Perempuan
Penulis Paling Terkenal di Indonesia, hasil survey Metro TV . Tahun itu pula ia
dipercaya sebagai Wakil Ketua Liga Sastra Islam Sedunia / The International
League of Islamic Literature, untuk Wilayah Indonesia. Hasil riset The Royal
Islamic Strategic Studies Centre, Jordan menempatkan Helvy sebagai satu dari 500 Tokoh
Muslim Paling Berpengaruh di Dunia (The World's Most 500 Influential Muslims),
empat tahun berturut-turut (2009, 2010, 2011, 2012). Oktober 2011 Helvy
dipercaya sebagai Anggota Komisi Pengembangan Seni Budaya Islam, Majelis
Ulama Indonesia. Kini Helvy tengah merampungkan gelar doktoralnya di
bidang Pendidikan Bahasa di Universitas
Negeri Jakarta.
Keluarga
Saat
tengah menulis skripsi Helvy dipertemukan temannya dengan Widanardi Satryatomo
(Tomi), seorang pria Solo yang
merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia. Tiga bulan setelah pertemuan itu mereka menikah, tepatnya
28 Januari 1995. Anak pertama mereka: Abdurahman Faiz lahir 15 November
1995. Tak hanya berkiprah diluar, Helvy juga menyemangati anaknya menulis. Pada
usia 8 tahun Abdurahman Faiz menulis
buku pertamanya: Untuk Bunda dan Dunia yang diterbitkan Mizan, 2004 disusul
buku-buku Faiz lainnya. Faiz dikenal sebagai salah satu pelopor lahirnya Seri
"Kecil-Kecil Punya Karya", lini masa yang dibuat Penerbit Mizan. Ia
telah menerbitkan 12 buku dan memperoleh 12 penghargaan nasional pada usia
16th, diantaranya Anugerah Seni Budaya untuk Pelajar berprestasi yang
diserahkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia. Pada 1 Februari 2007
Helvy melahirkan anak keduanya, Nadya Paramitha. Tahun itu Helvy mengikuti
sebuah lomba menulis tentang mengoptimalkan kecerdasan anak sejak dalam
kandungan berdasarkan pengalaman pribadi, dan berhasil memenangkan hadiah utama
100 juta rupiah dari Prenagen dan Majalah Ayahbunda.
Penghargaan
1. The World's Most 500
Influential Muslims 2012, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan.
2. The World's Most 500
Influential Muslims 2011, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan
3. The World's Most 500 Influential
Muslims 2010, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan
4. The World's Most 500
Influential Muslims 2009 (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia), Royal
Islamic Strategic Studies Centre, Jordan & Georgetown University.
5. Muslimah Inspirasi Indonesia
versi Majalah Annisa (2012)
6. Kartini Award sebagai salah
satu “The Most Inspiring Women in Indonesia” dari Majalah Kartini (2009)
7. Danamon Award mengusung FLP
yang ia dirikan (2008)
8. Wanita Indonesia Inspiratif
dari Tabloid Wanita Indonesia (2008)
9. PKS Award untuk Pemimpin
Muda Nasional (2008)
10. Bukavu, 10 Buku Prosa
Terbaik Khatulistiwa Literary Award (2008)
11. Dosen Berprestasi
Universitas Negri Jakarta (2008)
12. Indonesia Berprestasi
Awards, Finalis (2007)
13. Ikon Perempuan Indonesia
versi Majalah Gatra (2007)
14. Pemenang Utama Sayembara
Esai AyahBunda-Prenagen berhadiah 100 juta rupiah (2007)
15. Tokoh Perbukuan Nasional,
IBF Award, IKAPI (2006)
16. Tokoh Sastra Eramuslim Award
(2006)
17. Muslimah Teladan Majalah
Alia (2006)
18. Duta Baca Nasional Pos
Wanita Keadilan, menaungi 1000 rumah baca di Indonesia, 2007.
19. Penghargaan Perempuan
Indonesia Berprestasi dari Tabloid Nova dan Menteri Pemberdayaan Perempuan RI
(2004)
20. Ummi Award dari Majalah
Ummi (2004)
21. Pena Award untuk buku:
Lelaki Kabut dan Boneka/ Dolls and The Man of Mist (Syaamil, 2002)
22. “Ibuku Idolaku Award” dari
Benadryl, dalam rangka Hari Ibu Tingkat Nasional (2002).
23. Muslimah Peduli Keu
Nanggroe dari Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh (2001)
24. Cerpen Terbaik Majalah
Sastra Horison Satu dekade (1990-2000), untuk “Jaring-Jaring Merah”
25. Muslimah Indonesia
Berprestasi dari Majalah Amanah (2000)
26. “Fisabillah” Juara Lomba
Cipta Puisi Tingkat Nasional, Yayasan Iqra, dengan Dewan Juri: HB Jassin,
Sutardji Calzoum Bachi dan Hamid Jabbar (1992).
27. Juara II Lomba Baca Puisi
Tingkat Nasional, HUT Taman Ismail
Marzuki 1987 dengan Dewan Juri Sutardji
Calzoum Bachri, Leon Agusta dan Jose Rizal Manua
Buku
1. Mata Ketiga Cinta (ANPH,
2012)
2. Kartini 2012: Antologi
Puisi Perempuan Penyair Indonesia Mutakhir (Kosakatakita, 2012)
3. Ketika Mas Gagah
Pergi...dan Kembali (ANPH,2011)
4. Bukavu (LPPH, 2008)
5. Catatan Pernikahan (LPPH,
2008)
6. Tanah Perempuan, Naskah
Drama (Lapena, 2007)
7. Risalah Cinta (Lingkar Pena
Publishing House, 2005)
8. Menulis Bisa Bikin Kaya!
(MVP, 2006)
9. Perempuan Bermata Lembut (
Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2005)
10. Ketika Cinta Menemukanmu
(Antologi Cerpen Bersama, Gema Insani Press, 2005)
11. Dokumen Jibril (Antologi
Cerpen Bersama, Republika, 2005)
12. Jilbab Pertamaku (Kumpulan
Tulisan Bersama, LPPH, 2005)
13. 1001 Kisah Luar Biasa dari
Orang-orang Biasa (Penerbit Anak Saleh 2004)
14. Dari Pemburu ke Teurapeutik
(Antologi Cerpen Bersama, Pusat Bahasa, 2004)
15. Lelaki Semesta (Antologi
Cerpen Bersama, LPPH, 2004)
16. Matahari Tak Pernah Sendiri
I (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2004)
17. Di Sini Ada Cinta!
(Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2004)
18. Leksikon Sastra Jakarta
(DKJ dan Penerbit Bentang, 2003)
19. Segenggam Gumam, Esai-esai
Sastra dan Budaya, Syaamil, 2003)
20. Bukan di Negeri Dongeng
(Syaamil, 2003)
21. Lelaki Kabut dan Boneka/ Dolls
and The Man of Mist, Kumpulan Cerpen Dwi Bahasa (Syaamil, 2002)
22. Wanita yang Mengalahkan
Setan, Kritik Sastra (Tamboer Press/ Indonesia Tera, 2002)
23. Pelangi Nurani (Syaamil,
2002)
24. Sajadah Kata (Antologi
Puisi Bersama, Syaamil, 2002)
25. Kitab Cerpen: Horison
Sastra Indonesia (Yayasan Indonesia & Ford Foundation, 2002)
26. Dunia Perempuan (Antologi
Cerpen Bersama, Bentang, 2002)
27. Ini…Sirkus Senyum (Antologi
Cerpen Bersama, Komunitas Bumi Manusia, 2002)
28. Luka Telah Menyapa Cinta
(Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2002)
29. Kado Pernikahan (Antologi
Cerpen Bersama, Syaamil, 2002)
30. Graffiti Gratitude
(Antologi Puisi Bersama, Penerbit Angkasa, 2001)
31. Dari Fansuri ke Handayani
(Penerbit Horison dan Ford Foundation, 2001)
32. Ketika Duka Tersenyum
(Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2001)
33. Titian Pelangi, Kumpulan
Cerpen (Mizan, 2000)
34. Hari-Hari Cinta Tiara,
Kumpulan Cerpen (Mizan, 2000)
35. Akira no Seisen/ Akira:
Muslim wa tashiwa, Novel (Syaamil, 2000)
36. Pangeranku, Cerita Anak
(Syaamil, 2000)
37. Manusia-Manusia Langit,
Kumpulan Cerpen (Syaamil, 2000)
38. Nyanyian Perjalanan,
Kumpulan Cerpen (Syaamil, 1999)
39. Hingga Batu Bicara,
Kumpulan Cerpen (Syaamil, 1999)
40. Lentera (An Najah
Press,1999)
41. Kembara Kasih, Novel
(Pustaka Annida, 1999)
42. Sebab Sastra yang
Merenggutku dari Pasrah, Kumpulan Cerpen (Gunung Jati, 1999)
43. Ketika Mas Gagah Pergi,
Kumpulan Cerpen (Pustaka Annida, 1997. Cet II dstnya Syaamil )
44. Mc Alliester, Novel (Moslem
Press, London, 1996)
45. Angkatan 2000 Dalam Sastra
Indonesia (Kumpulan Tulisan Bersama, Grasindo, 2000.)
46. Kembang Mayang (Antologi
Cerpen Bersama, Penerbit Kelompok Cinta Baca, 2000)
47. Sembilan Mata Hati
(Antologi Cerpen Bersama, Pustaka Annida, Jakarta, 1998), dll
Naskah Drama
1. Jiroris (2012)
2. Tanah Perempuan versi 3
Babak (2009)
3. Tanah Perempuan versi 9
Babak (2005)
4. Mataairmata Merdeka
(bersama Rahmadiyanti, 2000).
5. Pertemuan Perempuan
(bersama Muthiah Syahidah, 1997)
6. Mencari Senyuman (1998)
7. Sebab Aku Cinta, Sebab Aku
Angin (1999)
8. Luka Bumi (1997)
9. Fathiya dari Srebrenica
(1994)
10. Maut di Kamp Loka (1994)
11. Negeri Para Pesulap (1993)
12. Aminah & Palestina
(1991)
Editor
1. Mataharu, Kitab Sastra
Mahasiswa (Sastralica Publishing, 2011)
2. Leksikon Sastra Jakarta
(bersama Ahmadun Yosi Herfanda, dkk., DKJ dan Penerbit Bentang Budaya, 2003)
3. Merajut Cahaya (Kumpulan
Cerpen Terbaik Majalah Annida, Pustaka Annida, Jakarta , 2000).
4. Sastra Kota: Bunga Rampai
Esai Temu Sastra Jakarta (bersama Ahmadun
Yosi Herfanda, dkk., Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta bekerja sama
dengan Bentang Budaya, 2003)
5. Bisikan Kata, Teriakan
Kota: Bunga Rampai Puisi Temu Sastra Jakarta (Ahmadun Yosi Herfanda, dkk.,
Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta bekerja sama dengan Bentang Budaya, 2003)
6. Kota Tanpa Nama: Bunga
Rampai Cerpen Temu Sastra Jakarta, (bersama Ahmadun Yosi Herfanda, dkk.,
Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta bekerja sama dengan Bentang Budaya, 2003)
7. Cakrawala Sastra Indonesia
I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D Rahman, Maman S Mahayana) Birahi Hujan: Suara dari
Jawa Timur, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
8. Cakrawala Sastra Indonesia
I: Antologi Cerpen (bersama Agus R. Sarjono, Maman S. Mahayana, Jamal D Rahman)
Kalau Julies sedang Rindu: Cerita dari Sumatera Barat, (Jakarta: Dewan Kesenian
Jakarta, 2004)
9. Cakrawala Sastra Indonesia
I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D Rahman, Maman S Mahayana)
Malaikat Biru Kota Hobart: Suara dari Bali, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta,
2004)
10. Cakrawala Sastra Indonesia
I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D Rahman, Maman S Mahayana)
Medan Waktu: Suara dari Yogyakarta, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
11. Cakrawala Sastra Indonesia
I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D Rahman, Maman S Mahayana)
Nafas Gunung: Suara dari Jawa Barat, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
12. Cakrawala Sastra Indonesia
I: Antologi Cerpen (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S.
Mahayana) Pertemuan dalam Pipa: Cerita dari Riau, (Jakarta: Dewan Kesenian
Jakarta, 2004)
13. Cakrawala Sastra Indonesia
I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D Rahman, Maman S Mahayana)
Tak Ada yang Mencintaimu Setulus Kematian: Suara dari Sulawesi Selatan
(Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
14. Cakrawala Sastra Indonesia
II: Antologi Cerpen (bersama Maman S. Mahayana, Agus R. Sarjono, Jamal D.
Rahman) Bidadari Sigar Rasa: Cerita dari Jawa Tengah, (Jakarta: Dewan Kesenian
Jakarta, 2005)
15. Cakrawala Sastra Indonesia
II: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D Rahman, Maman S Mahayana)
Perjamuan Senja: Suara dari Lampung, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2005)
16. Cakrawala Sastra Indonesia
II: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D Rahman, Maman S. Mahayana)
Perkawinan Batu: Suara dari Kalimantan, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2005)
17. Cakrawala Sastra Indonesia
II: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D Rahman, Maman S Mahayana)
Semangkuk Embun: Suara dari Sumatera Selatan (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta,
2005)
Sumber: http://id.wikipedia.org
Sumber: http://id.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar