Click this!!!

Postingan Terbaru


Jumat, 23 November 2012

Pesan Cantik Drama Terorisme

Esai Alizar Tanjung
Terbit di Singgalang 2011
Seratus Persembahan

Asap mengepul di tengah badan gedung. Langit memerah muram. Kabut pantulan derit derita. Terdengar teriakan parau yang begitu cepat tenggelam. Dan akhirnya tinggal mengenang nama-nama yang begitu cepat mencari nisannya. Seratus ribu dunia parau. Seratus ribu luka mengabu. Seratus ribu suara begitu pandai membuat rumah-rumah sunyi. Seratus ribu kanak-kanak tanpa masa muda di ubunnya. Seratus ribu nama Islam terancam di rumah kalam
(Sajak Alizar Tanjung)


"Sebagai pelajar yang gemar sejarah, saya juga tahu peradaban berutang besar terhadap Islam. Islam telah mengusung lentera ilmu selama berabad-abad, dan membuka jalan bagi era kebangkitan kembali, dan era pencerahan di Eropa. Inovasi masyarakat muslim yang telah menemukan dan mengembangkan aljabar, kompas, magnet, alat navigasi, keahlian dalam menggunakan pena dan percetakan; dan pemahaman mengenai penularan penyakit serta pengobatannya. Budaya Islam telah memberikan kita gerbang-gerbang yang megah dan puncak-puncak menara yang menulang tinggi, puisi-puisi yang tak lekang oleh waktu, musik yang dihargai, kaligrafi yang anggun, dan tempat-tempat untuk melakukan kontemplasi secara damai. Dan sepanjang sejarah, Islam telah menunjukkan melalui kata-kata dan perbuatan bahwa toleransi beragama dan persamaan ras merupakan suatu keniscayaan". (Barak Hosein Obama) (Jurnal nasional (online), 24 Augustus 2009)
 Tragedi “September Kelabu”
Pertanyaan klasik soal terorisme masih terus mengambang dan belum terjawab secara tuntas: mengapa mereka melakukan teror? Sejak September 2001, begitu besar sumberdaya dialokasikan untuk menjawab pertanyaan ini. Menurut salah satu database buku terbesar di dunia, WorldCat, sejak 2001 telah terbit lebih dari empat ribu buku tentang terorisme. Dan tak terhitung analisa artikel pada topik yang sama (Anies Rasyid Baswedan).
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.
Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade Center dan Pentagon sebagai korban utama penyerangan ini. Padahal, lebih dari itu, yang menjadi korban utama dalam waktu dua jam itu mengorbankan kurang lebih 3.000 orang pria, wanita dan anak-anak yang terteror, terbunuh, terbakar, meninggal, dan tertimbun berton-ton reruntuhan puing akibat sebuah pembunuhan massal yang terencana. Akibat serangan teroris itu, menurut Dana Yatim-Piatu Twin Towers, diperkirakan 1.500 anak kehilangan orang tua. Di Pentagon, Washington, 189 orang tewas, termasuk para penumpang pesawat, 45 orang tewas dalam pesawat keempat yang jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania. Para teroris mengira bahwa penyerangan yang dilakukan ke World Trade Center merupakan penyerangan terhadap "Simbol Amerika". Namun, gedung yang mereka serang tak lain merupakan institusi internasional yang melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di sana terdapat perwakilan dari berbagai negara, yaitu terdapat 430 perusahaan dari 28 negara. Jadi, sebetulnya mereka tidak saja menyerang Amerika Serikat tapi juga dunia (Koalisi Internasional)
Teroris jauh sebelum tragedi WTC sebenarnya sudah berkibar. Serangan demi serangan terus menjadi momok yang menakutkan. Bahkan pembunuhan sudah menjadi tradisi dalam tubuh yang namanya terorisme. Blokade ekonomi menjadi sasaran. Tujuan untuk membuat kerusakkan. Di Eropa misalnya, sejak 1960an sampai 1980an, terorisme merebak. Penculikan, pembunuhan, dan pengeboman yang dilakukan kelompok teroris macam Red Brigades di Italia, Red Army Faction di Jerman, ETA dan GRAPO di Spanyol, atau Irish Republican Army di Inggris berhasil menggetarkan Eropa (Anies Rasyid Baswedan, 2009)
Terorisme kian mencuat ke permukaan, tatkala gedung pencakar langit, World Trade Center (WTC) dan gedung Pentagon, New York, hancur-lebur diserang sebuah kelompok, yang sampai detik ini masih misterius (Zuhairi Misrawi, 29/09/). Serangan ini dikait-kaitkan Islam sebagai dalang dari teror. Hingga keberadaan orang-orang Islam menjadi incaran. Hidup mereka mulai tidak aman. Islam disebut-sebut dalam berbagai kasus-kasus kejahatan dunia atau yang lebih akrab disebut teroris adalah ketika Dua Airlines yang disebut-sebut Pesawat Komersil menabrak WTC dan Pentagon. Inilah yang menjadi awal image baru Islam yaitu sebagai agama kekerasan, perang dan benci perdamaian. Memang banyak keganjilan dalam peristiwa itu, mulai dari pesawat yang digunakan, ledakan, keterlibatan militer As, dan Sabotase, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa saat setelah itu, AS mulai menjamah timur tengah, Irak, Iran dan mencampuri urusan dalam Negeri negara-negara tersebut dengan dalih memerangi terorisme (Muhammad Surya Ikhsanudin,  ).
            Tragaesi 11 September 2009, puncak tragendi semakin diincarnya Islam. Tragedi di mana runtuhnya WTC yang selama ini dibanggakan oleh rakyat Amerika sebagai sentral ekonomi dunia. WTC hancur berkeping-keping, hati rakyat Amerika juga hancur berkeping-keping, hati dunia juga hancur berkeping-keping. Masih jelas bagaimana pesawat menghantam badan gedung Putih dan Pentagon. Hitungan detik jadilah letusan dan hamparan puing yang berhambur menenggelamkan ratusan sampai ribuan nyawa.
            Beranjak dari tragedi September, timbul pandangan-pandangan yang miris terhadap Islam, seolah Islam dan teroris adalah satu. Kalau sebelum tragedi September Istilah teroris tidaklah begitu dikenal masyarakat dunia. Tragedi Septembber menjadi momok setan. Penyandingan Islam identik teroris semakin mewabah. Kalau dianalisis lebih mendalam, sebabnya tidak terlepas dari siapa yang melakukan pemboman, tentunya ini dikaitkan dengan agama. Sebab banyak orang yang beragama Islam yang melakukan teror, hingga tertuding Islam yang melakukannya.
Buku Friedman ''Longitudes and Attitudes: Exploring the World After September 11'' dan program TV dokumenternya ''Tracing the Roots of 9/11'' mencerminkan framework kultural ini. Terlepas dari analisa komprehensif dan mendalam yang bisa dihasilkan, fokus analisanya hanya mencakup dua komponen yaitu (1) tindak teror, dan (2) pelaku teror termasuk nilai, sistem kepercayaan, serta ideologi pelaku teror tersebut.  
Imbas dari semua ini tentu kepada suatu nama “keyakinan”. Dan kita bertanya-tanya sebagai orang yang memeluk keyakinan Islam sebagai agama yang benar. Benarkah Islam identik dengan teroris, atau benarkah Islam teroris?
            Jadilah Islam sebagai kambing hitam, oleh orang-orang yang tidak senang terhadap Islam. Keberadaan teroris, pintu membuka kepada apa yang disebut dengan, “fitnah global Islam.” Media-media informasi menayangkan, betapa setiap sudut teroris selalu dikaitkan dengan Islam.
Dengan tanpa perasaan segan sedikit pun, misalnya, salah satu saluran T Amerika (Fox) menyatakan bahwa musuh barat adalah mereka yang beragama Islam, (Shihab, 2004: 2) Hal senada juga diucapkan seorang penulis Prancis yang bernama Michel Houellebeck, yang secara terbuka menuduh Islam sebagai “Stupid Religian” dan umat Islam dengan sendirinya adalah “penganut agama bodoh”. Dia berkata, “I hane never shown the slightest contemps for muslims but ai have always helid islam in contemps (saya tidak pernah menunjukkan penghinaan sedikit pun kepada umat Islam, tetapi saya selalu melihat dengan pandangan hina terhadap Islam. (Shihab,2004: 3).  
            Tragedi September menjadikan muslim-muslim Amerika memegang kematian setiap detik di depannya. Setiap gerak-geriknya diawasi ketat. Bahkan adanya suatu badan intelegensi di Amerika khusus memantau aktifitas muslim. Setiap orang yang berjenggot dan berjubah identik dengan teroris, aktifitas ibadah pun menjadi semakin sulit. Akibat dari mendiskreditkan Islam, penganut Islam yang berasal dari negeri-negeri arab menarik diri dari amerika serikat.  Peristiwa 9/11 menyimpan misteri tak terduga. Pengeboman itu dikutuk dunia, disebut sebagai biadab dan barbar buah tangan para "teroris Islam". Setelah peristiwa itu, kaum Muslimin di AS, terutama imigran asal Timur Tengah, merasakan getahnya. Mereka mengalami kondisi psikologis yang sangat berat, dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan, dan diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama dialami oleh kaum Muslim di Inggris, Prancis, Jerman, dan negara Eropa lainnya. (Moeflich Hasbullah, pikiran-rakyat.com, 29 Pebruari 2008)
            Keadaan ini tentunya semakin memperkeruh hubungan Islam dan barat. Dinding-dinding pemisah dibangun atas dasar kemanusian. Padahal kemanusian yang didengungkan tak lebih dari “kemanusian bodoh.” Dimana “kemanusian bodoh” diajak luput dengan fakta kemanusian ideal.

Tragedi Kebohongan Kelompok Merah
            Membahas Islam dan membahas terorisme merupakan membahas dua pokok permasalahan yang berbeda. Islam merupakan keyakinan kepada Allah. Terorisme merupakan suatu paham yang diciptakan oleh manusia. Tentunya ini berada pada titik-titik yang berbeda. Namun di balik semua itu tuduhan bergelombang datang kepada Islam. “Islam adalah teroris”, “Teroris adalah ajaran Islam”, “Teroris produk Islam.” Tuduhan-tuduhan ini tentunya masih dalam teka-teki, “Benarkah demikian?” atau hanya “Fitnah Global Islam.”
             Dalam kehidupan yang lebih pelit bermunculan buku-buku dan artikel-artikel yang membahas “Islam dan Terorisme.” Bahkan ribuan buku dan artikel sudah beredar luas. Timbul studi-studi yang lebih komplit tentang hubungan Islam dan terorisme. Studi-studi ini ada yang sifatnya subjektif dan yang objektif.
Dalam framework kultural, para analis menganalisa soal terorisme dengan fokus pada nilai-nilai Islam dan umat Islam. Contoh yang menggunakan framework ini secara ekstrem adalah Jerry Farwell yang tegas-tegas mengatakan bahwa ajaran Islam bermuatan terorisme. Untuk itu itu perlu kita mengetahui apakah teroris itu sendiri?
Semula stigma teroris itu disandangkan kepada “Kelompok Merah”, kelompok Marxis, kelompok kiri yang meresahkan kapitalis. Kini stigma teroris disandangkan kepada kelompok Islam yang meresahkan kapitalis. Organisasi teroris ekstrim kiri Italia, Brigade MERAH (Brigate Rossa) diresmikan berdrinya pada 1970. Pendirinya Renato Curcio dengan membentuk kelompok diskusi berhaluan kiri. Kelompok teroris sayap kiri Jerman Barat, Sempalan Tentara MERAH (Rote Armen Fraktion), Baader-Meinhof berdiri pada 1968. Pemimpinnya Andrea Baader (1943-1977) dan Ulrike Meinhof (1934-1986). Orgaisasi Pembebasan Palestna (Munazzarat atTahrir Filistiniyah), PLO berdiri pada 1964, bertujuan menciptakan negara Palestina yang sekuler dan demokrasi, dengan usaha menyingkirkan Israel. Tentara MERAH Jepang (Sekigunbu) dibentuk pada 21 Oktober 1961 oleh mahasiswa Universitas Kyoto dan Universitas Meiji. Dipimpin oleh Tokaya Shiomi dan Fusako Shigenobu. Teroris legendaries dari Venezuela, Illich Ramirez Sanchez yang popular disebut Carlos adalah orang kaya. Carlos pernah kuliah di Moskwa. Ia meninggalkan kemewahan, mati-matian berkiprah dalam dunia terorisme. Begitu juga later belakang anggota kelompok Baader-Meinhof di Jerman Barat, Brigate Rose di Italia, atau Sekigun di Jepang.
Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan Terorisme, satu di antaranya adalah pengertian yang tercantum dalam pasal 14 ayat 1 The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism means the use of violence for political ends and includes any use of violence for the purpose putting the public or any section of the public in fear ( Loebby Loqman, 1990; 98). Kegiatan Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror  ( Loebby Loqman, Ibid).
Yusuf al-Qaradhawi mendefinsikan teroris adalah kelompok yang memakai cara kekerasan kepada orang yang tidak ada punya masalah dengan mereka. Kekerasan tersebut adalah sarana untuk mengintimidasi, melukai, dan memaksa orang lain supaya tunduk kepada kemauannya (Kita dan Barat, 2007:68)
Para analis seperti Anthony Storr menyatakan, pelaku terror umumnya penderita psikopat agresif, yang kehilangan nurani, kejam dan sadistis. Kelompok psikopat agressif bisa melakukan terror sekedar untuk terror, terror qua terror, menciptakan sensasi dengan kekejaman. Kaum anarkis, nilistis, dan revolusisoner melakukan terror untuk mengubah tatanan dunia yang penuh ketimpangan dan ketidakadilan. Penganjur utamanya adalah tokoh Rusia dari abad ke-19, Mikhail Bakunin. Mereka ingin menghancurkan dunia yang ada dan menggantinya dengan tatanan baru yang penuh keadilan (Kompas, 18 Juni 2009).
US Central Inteligence Agency (CIA) mendefinisikan, terorisme international adalah teroris yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau organisasi asing dan atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga, pemerintah, asing (Abdul Wahid dkk, 2004: 24).
US Fderal Bureau of Investigation (FBI) mengemukakan, teroris adalah penggunaan kekerasan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk mengintimidasi sebuah pemerintah, penduduk sipil, elemen-elemennya untuk mencapai tujuan sosial atau politik (Abdul Wahid dkk, ibid).
Convention of organitation of islamic Conference on Coambating International Terrorism, 1999. Terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman tindakan kekerasan terlepas dari motif atau niat yang ada untuk menjalankan rencana tindak kejahatan individu atau kolektif dengan tujuan menteror orang lain atau mengancam untuk mencelakakan mereka atau mengancam kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan dan hak mereka atau mengeksploitasi lingkungan atau fasilitas atau harta benda pribadi atau publik, atau menguasainya atau merampasnya, membahayakan sumber nasional, atau fasilitas international, atau mengancam stablitas, integritas territorial, kesatuan politis atau kedaulatan negara-negara yang merdeka (Muladi, 2002: 174, dalam Abdul Wahid, 2004: 26).
Dari pengertian-pengertian yang telah penulis kemukakan, teroris tidak lepas dari empat hal. Pertama, teroris dilakukan untuk menteror, arti kata teroris ada alat untuk menakut-nakuti, menciptakan ketegangan. Kedua, teroris tidak pandang bulu, ia bisa ditujukan kepada siapa saja, kepada apa saja, tergantung dari kelompok saparatif mana ia berada. Ketiga, teroris tindakan yang tidak manusia. Ia membunuh menghancurkan untuk kesenangan nafsu menguasai. Tidak masalah yang menjadi sasaran anak-anak orangtua, wanita. Semua yang mendekat dilibas. Keempat, teroris alat politik yang bersifat demi kepentingan individual.
Islam tentu saja tidak membenarkan semua aksi ini. Dalam Islam terjaganya keseimbangan kehidupan, di mana Islam tidak mengajarkan yang namanya menciptakan ketakutan bagi orang lain. Islam tidak pula mengajarkan yang namanya menciptakan “momok setan” bagi kehidupan. Islam tidak mengajarkan yang namanya menteror orang atau lembaga. Islam tidak pula agama kekerasan.
Nabi Karim Muhammad s.a.w. bersabda: “Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam semua hal. Permudahlah dan jangan dipersulit mereka. Gembirakanlah orang-orang dan jangan membuat sedih mereka”.
            Dakwah diajarkan oleh Allah dan rasulnya ialah dengan penuh cinta. Tidak menimbulkan momok yang menakutkan. Islam penuh dengan hikmah bukan dengan penuh ketakutan. Dalam Islam penuh cinta damai. “Panggillah kepada jalan Tuhan engkau dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik, dan hendaknya bertukar-pikiran dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya” (Q.S: An-Nahl:126). “Dan jika kamu memutuskan akan menghukum orang-orang yang aniaya, maka hukumlah mereka setimpal dengan kesalahan yang dilakukan terhadap kamu” (Q.S.16:127). Islam tidak mengajarkan yang namanya menganiaya. Manusia makluk yang sempurna di sisi Allah. Allah berikan manusia lebih dari makhluk yang lainnya. Allah perintahkan manusia menyuruh kepada yang ma’ruf, melarang dari yang mungkar. Maka pada binatang pun manusia tidak dizinkan melakukan teror apalagi menganiaya. Begitu indah Islam menata kehidupan dunia ini. Kalaupun Islam harus menghukum Allah wahyukan untuk manusia agar menghukum dengan adil.
            “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu” (Qs. 4: 30). “Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu dengan tanganmu sendiri ke dalam kebinasaan”, (Qs. 2:196). Islam dengan keras melarang membunuh orang yang tidak berdosa, orang yang tidak menyerang : “Maka ingatlah bahwa tak boleh lagi ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang aniaya” (Qs. 2 194).
Tiga ayat ini cukup untuk mencegah kaum Muslim dari menabrakkan pesawat terbang ke arah gedung-gedung, atau mengirim pembom bunuh diri untuk meledakkan penduduk yang tidak berdosa.
Sewaktu orang jahat menghentikan kejahatan dan telah dihukum setimpal untuk kejahatan mereka, kemudian Allah berfirman: “Dan, perangilah mereka sehingga tidak ada gangguan lagi, dan agama itu dianut hanya untuk Allah. Tetapi, jika mereka terhenti, maka ingatlah bahwa tak boleh lagi ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang aniaya” (QS:2:194).
Terorisme melakukan intimidasi, paksaan, kekerasan, bahkan sampai pembunuhan masal. Dalam terorisme orang-orang yang tak bersalah menjadi korban. Sedang orang-orang tak bersalah hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan. Tentulah hal ini sangat bertentangan sekali dengan Islam. Allah telah tegas-tegas dalam kalamnya mengatakan, “telah kami tetapkan kepada Bani Israil bahwa siapapun yang membunuh seseorang tanpa ada bukti yang bahwa ia telah melakukan pembunuhan atau kefasidan di muka bumi ini, maka dia sama seperti telah membunuh seluruh umat manusia” (al Maidah: 32)
Nyatalah bawah Islam bukanlah teroris. Segala perspektif yang mengatakan Islam sebagai teroris itu hanyalah anggapan dasar, “Pembodohan terhadap pemanusiaan manusia.” Islam selalu mengajarkan dalam perang tidak boleh membunuh anak-anak, tidak boleh membunuh orangtua, tidak boleh membunuh wanita apalagi menganiaya. Betapa manisnya Islam mengatur kehidupan ini. Tuduhan Islam sebagai teroris oleh pihak asing sangat disayangkan sekali oleh Yusuf al qaradhawi. Padahal Islam mengecam dan menolak terorisme (Kita dan barat, 2007: 71)

Jalan Jihad dan Jalan Teroris
            Jihad dan terorisme adalah langit dan bumi, malam dan siang, putih dan hitam, atas dan bawah. Keduanya tidak akan mungkin bertemu. Jihad dan terorisme tidaklah mungkin satu. Dalam jihad gambaran cinta dan perjuangan. Dalam terorisme gambaran ketakutan dan penzaliman. Jihad mengajarkan yang namanya keadilan. Terorisme menawarkan yang namanya licik dan hina.
            Umat Islam yang memperjuangkan hak sebagai warga negara dan ia berperang mempertahankan wilayahnya ia dinamakan jihad. Ia tidak bisa dikatakan sebagai teroris. Islam tidak akan menyerang kalau tidak diserang. Dalam Islam keseimbangan dunia tercipta. Lalu penyatuan antara Islam dengan teroris ini hanyalah sebagai sebuah kepentingan politik. Kehendak untuk menjadi super power oleh orang yang berkepentingan tertentu. Umat Islam berjuang atas dasar ketertindasan, ini jelas nyata berbeda dengan prinsip terorisme yang membabi buta.
            Jihad sendiri bermakna perdamaian, “dan jika mereka condong kepada perdamaian maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah” (al Anfal: 61). Islam hanya mengizinkan berperang jika umat telah dizalimi (lih. Al Hajj:39-40, al baqarah: 190-191, an Nisa: 75, 90 dan 91, at Taubah: 13 dan 36).
            Selama fase Makkah, Rasulullah dan padara sahabat menjadi mujahidin (para mujahid), bukan al muqatil (orang yang berperang). Mereka bersabar menanggung penindasan, pemboikotan dan siksaan. Bahkan di antara sahabat ada yang datang kepada nabi dalam keadaan bersedih, terkena pukulan, dan terluka. Mereka berkata izinkan kamu berperang untuk mempertahankan diri”, lalu beliau berkata kepada mereka, “Tahan tangan kalian dan dirikanlah shalat.”(Yusuf al Qaradhawi, 2007:74)
Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk melakukan perbuatan terorisme karena jelas merugikan orang lain. Perbuatan terorisme dinilai hukumnya haram. "MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang terorisme yang mengatakan teroris itu haram," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ma'ruf Amin di kantor MUI Pusat, Jakarta, Jumat, (14/8). Dalam kesempatan itu Ma'ruf mengatakan, teror bukanlah jihad dan jihad bukanlah teror. Jihad adalah perbuatan yang diridlai Allah, sedangkan teror adalah perbuatan yang merugikan banyak pihak dan jelas dimurkai oleh Allah.(Jurnal Nasional, 18 Augustus 2009)

             
Titik Balik Topeng Terorisme
Ttragedi September telah berlalu, aksi teroris terus bergulir, tapi di balik semua ini manusia dibalikkan ke alam sadar, tentang kebenaran yang mulai terungkap. Ada senyum yang begitu mengembang. Orang-orang Amerika, Eropa berbondong-bondong mencari kebenaran di balik “Topeng Terorisme.”
Berbagai buku-buku Islam terus dicari. Mushaf al Qur’an dan hadits nabi dijadikan bahan kajian. Tujuannya mencari fakta kebenaran. Artikel-artikel tentang Islam bermunculan di media massa. Hasilnya, “Kebenaran tetaplah kebenaran.”
Fenomena di Amerika sendiri sangat menarik. Setelah pengeboman World Trade Center pada 11 September 2001 (dikenal dengan 9/11), orang Amerika berbondong-bondong masuk Islam. Pasca-9/11 adalah era pertumbuhan Islam paling cepat yang tidak pernah ada presedennya dalam sejarah AS. Sebanyak 8 juta orang Muslim yang kini ada di AS dan 20.000 orang AS masuk Islam setiap tahun setelah pengeboman itu. Pernyataan syahadat masuk Islam terus terjadi di kota-kota di AS, seperti di New York, Los Angeles, California, Chicago, Dallas, dan Texas (Moeflich Hasbullah, pikiran-rakyat.com, 29 Pebruari 2008).
Menurut Laporan Lembaga Statistik Khusus umat Islam di Jerman, jumlah orang yang masuk Islam di Jerman bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, jumlah mereka yang menyatakan diri masuk Islam sekitar 4.000-an orang, sementara di tahun 2005, hanya sekitar 1.000 orang saja. Menurut Direktur Lembaga, Salim Abdullah, “Sedikitnya ada 18.000-an orang Jerman yang tercatat sudah masuk (Muslim Convert News , Redaksi 11 Apr 2008).
World Almanac and Book of Fact,  New York Times Bestseller, mencatat jumlah total umat Islam sedunia tahun 2004 adalah 1,2 milyar lebih (1.226.403.000), tahun 2007 sudah mencapai 1,5 milyar lebih (1.522.813.123 jiwa). Ini berarti, dalam 3 tahun, kaum Muslim mengalami penambahan jumlah sekitar 300 juta orang (sama dengan jumlah umat Islam yang ada di kawasan Asia Tenggara) (Pikiran Rakyat, 6 Maret 2008).
Populasi warga Muslim di Eropa cenderung meningkat dengan makin banyaknya warga Eropa yang beralih memeluk agama Islam. Christian Science Monitor (CSM) seperti dikutip Islamonline menyebutkan, meskipun tidak diketahui berapa jumlah pastinya, para pengamat yang mengamati komunitas warga Muslim di Eropa memperkirakan ada ribuan wanita dan laki-laki Eropa yang masuk Islam setiap tahunnya ( Ahmadi Agung, 28 Des 2005)
Islam agama cinta damai. Lahir dengan kesucian. Bahkan seekor semut dalam Islam tidak boleh dianiaya tangan manusia. Akhirnya penulis kemukakan juga sebuah kenyataan dunia ini. “Islam ada dalam setiap mata hati manusia. Manusia kan menemukannya ketika menuruti mata hati.”***
Dari berbagai sumber. Padang, 19 Juli 2009-9 Oktober 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. FLP Sumbar: Pesan Cantik Drama Terorisme . All Rights Reserved
Template modify by Creating Website. Remodified by Aini