Esai Alizar Tanjung
Terbit di Singgalang 2011
Seratus
Persembahan
Asap mengepul di tengah badan gedung. Langit memerah muram. Kabut pantulan derit derita. Terdengar teriakan parau yang begitu cepat tenggelam. Dan akhirnya tinggal mengenang nama-nama yang begitu cepat mencari nisannya. Seratus ribu dunia parau. Seratus ribu luka mengabu. Seratus ribu suara begitu pandai membuat rumah-rumah sunyi. Seratus ribu kanak-kanak tanpa masa muda di ubunnya. Seratus ribu nama Islam terancam di rumah kalam
(Sajak Alizar Tanjung)
"Sebagai pelajar yang gemar sejarah, saya juga tahu peradaban berutang besar terhadap Islam. Islam telah mengusung lentera ilmu selama berabad-abad, dan membuka jalan bagi era kebangkitan kembali, dan era pencerahan di Eropa. Inovasi masyarakat muslim yang telah menemukan dan mengembangkan aljabar, kompas, magnet, alat navigasi, keahlian dalam menggunakan pena dan percetakan; dan pemahaman mengenai penularan penyakit serta pengobatannya. Budaya Islam telah memberikan kita gerbang-gerbang yang megah dan puncak-puncak menara yang menulang tinggi, puisi-puisi yang tak lekang oleh waktu, musik yang dihargai, kaligrafi yang anggun, dan tempat-tempat untuk melakukan kontemplasi secara damai. Dan sepanjang sejarah, Islam telah menunjukkan melalui kata-kata dan perbuatan bahwa toleransi beragama dan persamaan ras merupakan suatu keniscayaan". (Barak Hosein Obama) (Jurnal nasional (online), 24 Augustus 2009)
Tragedi “September
Kelabu”
Pertanyaan klasik soal terorisme masih terus
mengambang dan belum terjawab secara tuntas: mengapa mereka melakukan teror?
Sejak September 2001, begitu besar sumberdaya dialokasikan untuk menjawab
pertanyaan ini. Menurut salah satu database buku terbesar di dunia, WorldCat,
sejak 2001 telah terbit lebih dari empat ribu buku tentang terorisme. Dan tak
terhitung analisa artikel pada topik yang sama (Anies Rasyid Baswedan).
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun
menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New
York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai
“September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara,
tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik
perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika
Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di
antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers
World Trade Centre dan gedung Pentagon.
Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade
Center dan Pentagon sebagai korban utama penyerangan ini. Padahal, lebih dari
itu, yang menjadi korban utama dalam waktu dua jam itu mengorbankan kurang
lebih 3.000 orang pria, wanita dan anak-anak yang terteror, terbunuh, terbakar,
meninggal, dan tertimbun berton-ton reruntuhan puing akibat sebuah pembunuhan
massal yang terencana. Akibat serangan teroris itu, menurut Dana Yatim-Piatu
Twin Towers, diperkirakan 1.500 anak kehilangan orang tua. Di Pentagon, Washington,
189 orang tewas, termasuk para penumpang pesawat, 45 orang tewas dalam pesawat
keempat yang jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania. Para teroris mengira bahwa
penyerangan yang dilakukan ke World Trade Center merupakan penyerangan terhadap
"Simbol Amerika". Namun, gedung yang mereka serang tak lain merupakan
institusi internasional yang melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di sana
terdapat perwakilan dari berbagai negara, yaitu terdapat 430 perusahaan dari 28
negara. Jadi, sebetulnya mereka tidak saja menyerang Amerika Serikat tapi juga dunia (Koalisi Internasional)
Teroris jauh sebelum tragedi WTC sebenarnya sudah
berkibar. Serangan demi serangan terus menjadi momok yang menakutkan. Bahkan
pembunuhan sudah menjadi tradisi dalam tubuh yang namanya terorisme. Blokade
ekonomi menjadi sasaran. Tujuan untuk membuat kerusakkan. Di Eropa misalnya,
sejak 1960an sampai 1980an, terorisme merebak. Penculikan, pembunuhan, dan
pengeboman yang dilakukan kelompok teroris
macam Red Brigades di Italia, Red Army Faction di Jerman, ETA dan
GRAPO di Spanyol, atau Irish Republican Army di Inggris berhasil menggetarkan
Eropa (Anies Rasyid Baswedan,
2009)
Terorisme kian mencuat ke permukaan, tatkala gedung
pencakar langit, World Trade Center (WTC) dan gedung Pentagon, New York,
hancur-lebur diserang sebuah kelompok, yang
sampai detik ini masih misterius (Zuhairi Misrawi, 29/09/).
Serangan ini dikait-kaitkan Islam sebagai dalang dari teror. Hingga keberadaan
orang-orang Islam menjadi incaran. Hidup mereka mulai tidak aman. Islam disebut-sebut dalam berbagai kasus-kasus kejahatan dunia atau yang lebih
akrab disebut teroris adalah ketika Dua Airlines yang disebut-sebut Pesawat
Komersil menabrak WTC dan Pentagon. Inilah yang menjadi awal image baru Islam
yaitu sebagai agama kekerasan, perang dan benci perdamaian. Memang banyak
keganjilan dalam peristiwa itu, mulai dari pesawat yang digunakan, ledakan, keterlibatan
militer As, dan Sabotase, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa saat
setelah itu, AS mulai menjamah timur tengah, Irak, Iran dan mencampuri urusan
dalam Negeri negara-negara tersebut dengan dalih memerangi terorisme
(Muhammad Surya
Ikhsanudin, 2008).
Tragaesi 11 September 2009, puncak
tragendi semakin diincarnya Islam. Tragedi di mana runtuhnya WTC yang selama
ini dibanggakan oleh rakyat Amerika sebagai sentral ekonomi dunia. WTC hancur
berkeping-keping, hati rakyat Amerika juga hancur berkeping-keping, hati dunia
juga hancur berkeping-keping. Masih jelas bagaimana pesawat menghantam badan gedung
Putih dan Pentagon. Hitungan detik jadilah letusan dan hamparan puing yang berhambur
menenggelamkan ratusan sampai ribuan nyawa.
Beranjak dari tragedi September,
timbul pandangan-pandangan yang miris terhadap Islam, seolah Islam dan teroris
adalah satu. Kalau sebelum tragedi September Istilah teroris tidaklah begitu
dikenal masyarakat dunia. Tragedi Septembber menjadi momok setan. Penyandingan
Islam identik teroris semakin mewabah. Kalau dianalisis lebih mendalam,
sebabnya tidak terlepas dari siapa yang melakukan pemboman, tentunya ini
dikaitkan dengan agama. Sebab banyak orang yang beragama Islam yang melakukan
teror, hingga tertuding Islam yang melakukannya.
Buku Friedman ''Longitudes and Attitudes: Exploring
the World After September 11'' dan program TV dokumenternya ''Tracing the Roots
of 9/11'' mencerminkan framework kultural ini. Terlepas dari analisa
komprehensif dan mendalam yang bisa dihasilkan, fokus analisanya hanya mencakup
dua komponen yaitu (1) tindak teror, dan (2) pelaku teror termasuk nilai, sistem
kepercayaan, serta ideologi pelaku teror tersebut.
Imbas dari semua ini tentu kepada suatu nama “keyakinan”.
Dan kita bertanya-tanya sebagai orang yang memeluk keyakinan Islam sebagai
agama yang benar. Benarkah Islam identik dengan teroris, atau benarkah Islam
teroris?
Jadilah Islam sebagai kambing hitam,
oleh orang-orang yang tidak senang terhadap Islam. Keberadaan teroris, pintu
membuka kepada apa yang disebut dengan, “fitnah global Islam.” Media-media
informasi menayangkan, betapa setiap sudut teroris selalu dikaitkan dengan
Islam.
Dengan tanpa perasaan segan sedikit pun, misalnya,
salah satu saluran T Amerika (Fox) menyatakan bahwa musuh barat adalah mereka
yang beragama Islam, (Shihab, 2004: 2) Hal senada juga diucapkan seorang
penulis Prancis yang bernama Michel Houellebeck, yang secara terbuka menuduh Islam
sebagai “Stupid Religian” dan umat Islam
dengan sendirinya adalah “penganut agama bodoh”. Dia berkata, “I hane never shown the slightest contemps
for muslims but ai have always helid islam in contemps (saya tidak pernah
menunjukkan penghinaan sedikit pun kepada umat Islam, tetapi saya selalu
melihat dengan pandangan hina terhadap Islam.” (Shihab,2004: 3).
Tragedi September menjadikan
muslim-muslim Amerika memegang kematian setiap detik di depannya. Setiap
gerak-geriknya diawasi ketat. Bahkan adanya suatu badan intelegensi di Amerika khusus
memantau aktifitas muslim. Setiap orang yang berjenggot dan berjubah identik
dengan teroris, aktifitas ibadah pun menjadi semakin sulit. Akibat dari
mendiskreditkan Islam, penganut Islam yang berasal dari negeri-negeri arab
menarik diri dari amerika serikat. Peristiwa
9/11 menyimpan misteri tak terduga. Pengeboman itu dikutuk dunia, disebut
sebagai biadab dan barbar buah tangan para "teroris Islam". Setelah
peristiwa itu, kaum Muslimin di AS, terutama imigran asal Timur Tengah,
merasakan getahnya. Mereka mengalami kondisi psikologis yang sangat berat,
dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan, dan diasosiasikan dengan teroris. Hal
yang sama dialami oleh kaum Muslim di Inggris, Prancis, Jerman, dan negara
Eropa lainnya. (Moeflich Hasbullah, pikiran-rakyat.com, 29
Pebruari 2008)
Keadaan ini tentunya semakin memperkeruh
hubungan Islam dan barat. Dinding-dinding pemisah dibangun atas dasar
kemanusian. Padahal kemanusian yang didengungkan tak lebih dari “kemanusian
bodoh.” Dimana “kemanusian bodoh” diajak luput dengan fakta kemanusian ideal.
Tragedi Kebohongan
Kelompok Merah
Membahas Islam dan
membahas terorisme merupakan membahas dua pokok permasalahan yang berbeda.
Islam merupakan keyakinan kepada Allah. Terorisme merupakan suatu paham yang
diciptakan oleh manusia. Tentunya ini berada pada titik-titik yang berbeda.
Namun di balik semua itu tuduhan bergelombang datang kepada Islam. “Islam
adalah teroris”, “Teroris adalah ajaran Islam”, “Teroris produk Islam.”
Tuduhan-tuduhan ini tentunya masih dalam teka-teki, “Benarkah demikian?” atau
hanya “Fitnah Global Islam.”
Dalam kehidupan yang lebih pelit bermunculan
buku-buku dan artikel-artikel yang membahas “Islam dan Terorisme.” Bahkan
ribuan buku dan artikel sudah beredar luas. Timbul studi-studi yang lebih komplit
tentang hubungan Islam dan terorisme. Studi-studi ini ada yang sifatnya
subjektif dan yang objektif.
Dalam framework kultural, para analis menganalisa
soal terorisme dengan fokus pada nilai-nilai Islam dan umat Islam. Contoh yang
menggunakan framework ini secara ekstrem adalah Jerry Farwell yang tegas-tegas
mengatakan bahwa ajaran Islam bermuatan terorisme. Untuk itu itu perlu kita
mengetahui apakah teroris itu sendiri?
Semula stigma teroris itu disandangkan kepada “Kelompok
Merah”, kelompok Marxis, kelompok kiri yang meresahkan kapitalis. Kini stigma
teroris disandangkan kepada kelompok Islam yang meresahkan kapitalis.
Organisasi teroris ekstrim kiri Italia, Brigade MERAH (Brigate Rossa)
diresmikan berdrinya pada 1970. Pendirinya Renato Curcio dengan membentuk
kelompok diskusi berhaluan kiri. Kelompok teroris sayap kiri Jerman Barat,
Sempalan Tentara MERAH (Rote Armen Fraktion), Baader-Meinhof berdiri pada 1968.
Pemimpinnya Andrea Baader (1943-1977) dan Ulrike Meinhof (1934-1986). Orgaisasi
Pembebasan Palestna (Munazzarat atTahrir Filistiniyah), PLO berdiri pada 1964,
bertujuan menciptakan negara Palestina yang sekuler dan demokrasi, dengan usaha
menyingkirkan Israel. Tentara MERAH Jepang (Sekigunbu) dibentuk pada 21 Oktober
1961 oleh mahasiswa Universitas Kyoto dan Universitas Meiji. Dipimpin oleh
Tokaya Shiomi dan Fusako Shigenobu. Teroris legendaries dari Venezuela, Illich
Ramirez Sanchez yang popular disebut Carlos adalah orang kaya. Carlos pernah
kuliah di Moskwa. Ia meninggalkan kemewahan, mati-matian berkiprah dalam dunia
terorisme. Begitu juga later belakang anggota kelompok Baader-Meinhof di Jerman
Barat, Brigate Rose di Italia, atau Sekigun di Jepang.
Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan Terorisme,
satu di
antaranya adalah pengertian yang tercantum dalam pasal 14
ayat 1 The
Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism means the use of violence for
political ends and includes any use of violence for the purpose putting the
public or any section of the public in fear” ( Loebby Loqman, 1990; 98). Kegiatan Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang
lain merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang,
kelompok atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak
ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme
digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak
menentu serta menciptakan ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan
pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati
kehendak pelaku teror (
Loebby Loqman, Ibid).
Yusuf al-Qaradhawi mendefinsikan teroris adalah
kelompok yang memakai cara kekerasan kepada orang yang tidak ada punya masalah
dengan mereka. Kekerasan tersebut adalah sarana untuk mengintimidasi, melukai,
dan memaksa orang lain supaya tunduk kepada kemauannya (Kita dan Barat,
2007:68)
Para analis seperti Anthony Storr menyatakan, pelaku
terror umumnya penderita psikopat agresif, yang kehilangan nurani, kejam dan
sadistis. Kelompok psikopat agressif bisa melakukan terror sekedar untuk
terror, terror qua terror, menciptakan sensasi dengan kekejaman. Kaum anarkis,
nilistis, dan revolusisoner melakukan terror untuk mengubah tatanan dunia yang
penuh ketimpangan dan ketidakadilan. Penganjur utamanya adalah tokoh Rusia dari
abad ke-19, Mikhail Bakunin. Mereka ingin menghancurkan dunia yang ada dan
menggantinya dengan tatanan baru yang penuh keadilan (Kompas, 18 Juni 2009).
US Central
Inteligence Agency (CIA) mendefinisikan,
terorisme international adalah teroris yang dilakukan dengan dukungan pemerintah
atau organisasi asing dan atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga,
pemerintah, asing (Abdul Wahid dkk, 2004: 24).
US Fderal Bureau
of Investigation (FBI) mengemukakan, teroris adalah
penggunaan kekerasan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk
mengintimidasi sebuah pemerintah, penduduk sipil, elemen-elemennya untuk mencapai
tujuan sosial atau politik (Abdul Wahid dkk, ibid).
Convention of
organitation of islamic Conference on Coambating International Terrorism,
1999. Terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman tindakan kekerasan
terlepas dari motif atau niat yang ada untuk menjalankan rencana tindak
kejahatan individu atau kolektif dengan tujuan menteror orang lain atau
mengancam untuk mencelakakan mereka atau mengancam kehidupan, kehormatan,
kebebasan, keamanan dan hak mereka atau mengeksploitasi lingkungan atau
fasilitas atau harta benda pribadi atau publik, atau menguasainya atau
merampasnya, membahayakan sumber nasional, atau fasilitas international, atau
mengancam stablitas, integritas territorial, kesatuan politis atau kedaulatan
negara-negara yang merdeka (Muladi, 2002: 174, dalam Abdul Wahid, 2004: 26).
Dari pengertian-pengertian yang telah penulis
kemukakan, teroris tidak lepas dari empat hal. Pertama, teroris dilakukan untuk menteror, arti kata teroris ada
alat untuk menakut-nakuti, menciptakan ketegangan. Kedua, teroris tidak pandang bulu, ia bisa ditujukan kepada siapa
saja, kepada apa saja, tergantung dari kelompok saparatif mana ia berada. Ketiga, teroris tindakan yang tidak
manusia. Ia membunuh menghancurkan untuk kesenangan nafsu menguasai. Tidak
masalah yang menjadi sasaran anak-anak orangtua, wanita. Semua yang mendekat
dilibas. Keempat, teroris alat
politik yang bersifat demi kepentingan individual.
Islam tentu saja tidak membenarkan semua aksi ini.
Dalam Islam terjaganya keseimbangan kehidupan, di mana Islam tidak mengajarkan
yang namanya menciptakan ketakutan bagi orang lain. Islam tidak pula
mengajarkan yang namanya menciptakan “momok setan” bagi kehidupan. Islam tidak
mengajarkan yang namanya menteror orang atau lembaga. Islam tidak pula agama
kekerasan.
Nabi Karim Muhammad s.a.w. bersabda: “Allah itu Maha Lembut dan menyukai
kelembutan dalam semua hal. Permudahlah dan jangan dipersulit mereka.
Gembirakanlah orang-orang dan jangan membuat sedih mereka”.
Dakwah diajarkan oleh Allah dan
rasulnya ialah dengan penuh cinta. Tidak menimbulkan momok yang menakutkan.
Islam penuh dengan hikmah bukan dengan penuh ketakutan. Dalam Islam penuh cinta
damai. “Panggillah kepada jalan Tuhan
engkau dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik, dan hendaknya
bertukar-pikiran dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya” (Q.S: An-Nahl:126).
“Dan jika kamu memutuskan akan menghukum
orang-orang yang aniaya, maka hukumlah mereka setimpal dengan kesalahan yang
dilakukan terhadap kamu” (Q.S.16:127). Islam tidak mengajarkan yang namanya
menganiaya. Manusia makluk yang sempurna di sisi Allah. Allah berikan manusia
lebih dari makhluk yang lainnya. Allah perintahkan manusia menyuruh kepada yang
ma’ruf, melarang dari yang mungkar. Maka pada binatang pun manusia tidak
dizinkan melakukan teror apalagi menganiaya. Begitu indah Islam menata
kehidupan dunia ini. Kalaupun Islam harus menghukum Allah wahyukan untuk
manusia agar menghukum dengan adil.
“Dan
janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
terhadapmu” (Qs. 4: 30). “Dan
janganlah kamu menjerumuskan dirimu dengan tanganmu sendiri ke dalam
kebinasaan”, (Qs. 2:196). Islam dengan keras melarang membunuh orang yang tidak
berdosa, orang yang tidak menyerang : “Maka
ingatlah bahwa tak boleh lagi ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang
aniaya” (Qs. 2 194).
Tiga ayat ini cukup untuk mencegah kaum Muslim dari
menabrakkan pesawat terbang ke arah gedung-gedung, atau mengirim pembom bunuh
diri untuk meledakkan penduduk yang tidak berdosa.
Sewaktu orang jahat menghentikan kejahatan dan telah
dihukum setimpal untuk kejahatan mereka, kemudian Allah berfirman: “Dan, perangilah mereka sehingga tidak ada
gangguan lagi, dan agama itu dianut hanya untuk Allah. Tetapi, jika mereka
terhenti, maka ingatlah bahwa tak boleh lagi ada permusuhan kecuali terhadap
orang-orang aniaya” (QS:2:194).
Terorisme melakukan intimidasi, paksaan, kekerasan,
bahkan sampai pembunuhan masal. Dalam terorisme orang-orang yang tak bersalah
menjadi korban. Sedang orang-orang tak bersalah hanya dijadikan alat untuk
mencapai tujuan. Tentulah hal ini sangat bertentangan sekali dengan Islam. Allah
telah tegas-tegas dalam kalamnya mengatakan, “telah kami tetapkan kepada Bani Israil bahwa siapapun yang membunuh
seseorang tanpa ada bukti yang bahwa ia telah melakukan pembunuhan atau
kefasidan di muka bumi ini, maka dia sama seperti telah membunuh seluruh umat
manusia” (al Maidah: 32)
Nyatalah bawah Islam bukanlah teroris. Segala
perspektif yang mengatakan Islam sebagai teroris itu hanyalah anggapan dasar,
“Pembodohan terhadap pemanusiaan manusia.” Islam selalu mengajarkan dalam
perang tidak boleh membunuh anak-anak, tidak boleh membunuh orangtua, tidak
boleh membunuh wanita apalagi menganiaya. Betapa manisnya Islam mengatur
kehidupan ini. Tuduhan Islam sebagai teroris oleh pihak asing sangat
disayangkan sekali oleh Yusuf al qaradhawi. Padahal Islam mengecam dan menolak
terorisme (Kita dan barat, 2007: 71)
Jalan Jihad dan Jalan
Teroris
Jihad dan terorisme adalah langit
dan bumi, malam dan siang, putih dan hitam, atas dan bawah. Keduanya tidak akan
mungkin bertemu. Jihad dan terorisme tidaklah mungkin satu. Dalam jihad
gambaran cinta dan perjuangan. Dalam terorisme gambaran ketakutan dan
penzaliman. Jihad mengajarkan yang namanya keadilan. Terorisme menawarkan yang
namanya licik dan hina.
Umat Islam yang memperjuangkan hak
sebagai warga negara dan ia berperang mempertahankan wilayahnya ia dinamakan
jihad. Ia tidak bisa dikatakan sebagai teroris. Islam tidak akan menyerang
kalau tidak diserang. Dalam Islam keseimbangan dunia tercipta. Lalu penyatuan
antara Islam dengan teroris ini hanyalah sebagai sebuah kepentingan politik.
Kehendak untuk menjadi super power oleh orang yang berkepentingan tertentu. Umat
Islam berjuang atas dasar ketertindasan, ini jelas nyata berbeda dengan prinsip
terorisme yang membabi buta.
Jihad sendiri bermakna perdamaian, “dan jika mereka condong kepada perdamaian
maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah” (al Anfal: 61).
Islam hanya mengizinkan berperang jika umat telah dizalimi (lih. Al Hajj:39-40,
al baqarah: 190-191, an Nisa: 75, 90 dan 91, at Taubah: 13 dan 36).
Selama fase Makkah, Rasulullah dan
padara sahabat menjadi mujahidin
(para mujahid), bukan al muqatil
(orang yang berperang). Mereka bersabar menanggung penindasan, pemboikotan dan
siksaan. Bahkan di antara sahabat ada yang datang kepada nabi dalam keadaan
bersedih, terkena pukulan, dan terluka. Mereka berkata izinkan kamu berperang untuk
mempertahankan diri”, lalu beliau berkata kepada mereka, “Tahan tangan kalian
dan dirikanlah shalat.”(Yusuf al Qaradhawi, 2007:74)
Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk
melakukan perbuatan terorisme karena jelas merugikan orang lain. Perbuatan
terorisme dinilai hukumnya haram. "MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang
terorisme yang mengatakan teroris itu haram," kata Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Pusat, Ma'ruf Amin di kantor MUI Pusat, Jakarta, Jumat, (14/8).
Dalam kesempatan itu Ma'ruf mengatakan, teror bukanlah jihad dan jihad bukanlah
teror. Jihad adalah perbuatan yang diridlai Allah, sedangkan teror adalah
perbuatan yang merugikan banyak pihak dan jelas dimurkai oleh Allah.(Jurnal Nasional, 18 Augustus 2009)
Titik Balik Topeng
Terorisme
Ttragedi September telah berlalu, aksi teroris
terus bergulir, tapi di balik semua ini manusia dibalikkan ke alam sadar,
tentang kebenaran yang mulai terungkap. Ada senyum yang begitu mengembang.
Orang-orang Amerika, Eropa berbondong-bondong mencari kebenaran di balik
“Topeng Terorisme.”
Berbagai buku-buku Islam terus dicari. Mushaf al
Qur’an dan hadits nabi dijadikan bahan kajian. Tujuannya mencari fakta
kebenaran. Artikel-artikel tentang Islam bermunculan di media massa. Hasilnya,
“Kebenaran tetaplah kebenaran.”
Fenomena di Amerika sendiri sangat menarik. Setelah
pengeboman World Trade Center pada 11 September 2001 (dikenal dengan 9/11),
orang Amerika berbondong-bondong masuk Islam. Pasca-9/11 adalah era pertumbuhan
Islam paling cepat yang tidak pernah ada presedennya dalam sejarah AS. Sebanyak
8 juta orang Muslim yang kini ada di AS dan 20.000 orang AS masuk Islam setiap
tahun setelah pengeboman itu. Pernyataan syahadat masuk Islam terus terjadi di
kota-kota di AS, seperti di New York, Los Angeles, California, Chicago, Dallas,
dan Texas (Moeflich Hasbullah, pikiran-rakyat.com, 29
Pebruari 2008).
Menurut Laporan Lembaga Statistik Khusus umat Islam
di Jerman, jumlah orang yang masuk Islam di Jerman bertambah dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2006, jumlah mereka yang menyatakan diri masuk Islam sekitar
4.000-an orang, sementara di tahun 2005, hanya sekitar 1.000 orang saja.
Menurut Direktur Lembaga, Salim Abdullah, “Sedikitnya ada 18.000-an orang
Jerman yang tercatat sudah masuk (Muslim Convert News , Redaksi
11 Apr 2008).
World
Almanac and Book of Fact, New York Times Bestseller, mencatat
jumlah total umat Islam sedunia tahun 2004 adalah 1,2 milyar lebih
(1.226.403.000), tahun 2007 sudah mencapai 1,5 milyar lebih (1.522.813.123
jiwa). Ini berarti, dalam 3 tahun, kaum Muslim mengalami penambahan jumlah
sekitar 300 juta orang (sama dengan jumlah umat Islam yang ada di kawasan Asia
Tenggara) (Pikiran Rakyat, 6 Maret 2008).
Populasi warga Muslim di Eropa cenderung meningkat dengan
makin banyaknya warga Eropa yang beralih memeluk agama Islam. Christian Science
Monitor (CSM) seperti dikutip Islamonline menyebutkan, meskipun tidak diketahui
berapa jumlah pastinya, para pengamat yang mengamati komunitas warga Muslim di
Eropa memperkirakan ada ribuan wanita dan laki-laki Eropa yang masuk Islam
setiap tahunnya ( Ahmadi Agung, 28 Des 2005)
Islam agama cinta damai.
Lahir dengan kesucian. Bahkan seekor semut dalam Islam tidak boleh dianiaya
tangan manusia. Akhirnya penulis kemukakan juga sebuah kenyataan dunia ini.
“Islam ada dalam setiap mata hati manusia. Manusia kan menemukannya ketika
menuruti mata hati.”***
Dari berbagai
sumber. Padang, 19 Juli 2009-9 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar